Merah Marun
Aku terbius rentetan skema masa lalu yang terperangkap dalam
renungan malam ini. Lambaian kabut turun memeluk dan membuaiku bersama reluhan
yang tak terjamah. Menjemput pasukan tak bersenjata yang lembab.
Kubuka kembali satu demi satu rajutan indah itu. Untaian demi untaian benangnya berderuh seolah tak sabar untuk kutelisik helainya. Merah muda rasanya kembali menjalari desiran darahku. Walaupun disertai luka lama.
Mengapa engkau waktu itu putuskan cintaku.
Dan saat ini engkau selalu ingin bertemu dan mengulang jalin cinta~
Dan saat ini engkau selalu ingin bertemu dan mengulang jalin cinta~
Aku berbajukan air mata, berbaurkan dengan sejuta rasa yang
terbungkam. Menatap iba terhadap cermin. Ku temui diriku terjebak dalam untaian
benang itu. Aaah, ku akui setiap saat aku mengundang warna merah dalam
pertemuan antara gambaran dirimu dan kebencianku. Dua hal yang merajai,
menguasai hingga sudut kosong rajutan ini. Mengapa harus ada kata “kembali” ?
Mau dikatakan apa lagi, kita tak akan pernah satu
Engkau di sana aku di sini, meski hatiku memilihmu~
Engkau di sana aku di sini, meski hatiku memilihmu~
Iya, detik ini aku begitu terhipnotis. Seluruhnya tentangmu. Namun
tak akan pernah ada rajutan yang sama untuk kedua kalinya. Semua sebab
nampaknya tak cukup untuk memaksa kata “kembali” datang menyapa. Menyisakan aku
dan kedinginan yang merayap menjalari tubuhku.
Andai ku bisa ingin aku memelukmu lagi.
Di hati ini hanya engkau mantan terindah, yang selalu kurindukan.~
Di hati ini hanya engkau mantan terindah, yang selalu kurindukan.~
Seandainya seluruh relasi yang ada termasuk ke dalam fungsi
bijektif, mungkin akhiran “so,
finally they lived happily ever after” itu bisa lebih mudah terwujud. Hanya ada
satu ikatan antara domain dan kodomain. Hanya ada satu ikatan untuk satu hati. Keduanya,
tanpa menemui ikatan yang lainnya.
Mau dikatakan apa lagi,
kita tak akan pernah satu
Engkau di sana aku di sini, meski hatiku memilihmu~
Engkau di sana aku di sini, meski hatiku memilihmu~
Terkadang keinginan hati begitu
besar. Namun kelewat mimpi, semua itu hanya sebatas keinginan belaka. Sang pengatur
kenyataan tidak melapangkan keinginan itu. Dan jadilah aku melambung bersama
hayalan yang kubuat sendiri tanpa tau dan tanpa siap untuk jatuh.
Engkau meminta padaku,
untuk mengatakan bila ku berubah
Jangan pernah kau ragukan, engkau kan selalu dilangkahku~
Jangan pernah kau ragukan, engkau kan selalu dilangkahku~
Apalah arti setiap kata yang
terucap bila pada dasarnya kekuatan kecil itu menolaknya mentah-mentah? Sang kata
akhirnya tersipu malu dan meluruhkan seluruh kekuatannya untuk maju. Mungkin butuh
kepercayaan lebih lagi.
Mau dikatakan apa
lagi, kita tak akan pernah satu
Engkau di sana aku di sini, meski hatiku memilihmu~
Engkau di sana aku di sini, meski hatiku memilihmu~
Kita berbataskan ruang dan
waktu. Bisa saja cinta kita bertemu lewat garis yang tak sengaja terhimpit.
Alasan itu bualan belaka. Nyatanya sepasang garis sejajar menepi diantara kita
berdua. Fungsi yang kuharapkan itu palsu belaka. Nyataya antara aku dan kamu
hanya sekedar relasi. Relasi dalam makna yang sederhana. Tidak istimewa. Dan aku
(masih) berusaha menata kembali posisiku –tanpa kamu.
Engkau di sana aku di
sini, meski hatiku memilihmu
Yang tlah kau buat sungguhlah indah, buat diriku susah lupa~
Yang tlah kau buat sungguhlah indah, buat diriku susah lupa~
Cacatan ini hanya sepenggal
dari ketajaman rasa. Rasa dari hati yang pernah ditelantarkan hidup-hidup. Dan belum
sanggup untuk percaya bahwa hati yang baru akan jauh lebih baik.
#np: Mantan
terindah-raisa
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan tuangkan pesan anda setelah membaca,
terimakasih ^^
untuk melihat postan saya yang lebih dulu silahkan cek posting lama